Mengorbankan
nyawa dan karir demi anak-anak jalanan, hal ini bisa dilihat langsung
dari sosok seorang Suwarno Asmoro. Bermula saat pulang kuliah dan
bertemu tiga pengamen anak di depan Jakarta Design Centre. Bingung
melihat ketiganya yang membawa tas, Suwarno menanyakan apa isi dalam tas
tersebut. Ketiganya lantas menunjukkan buku pelajaran Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang mereka bawa didalam tas. Tergerak, iapun langsung
mengajar dan memandu ketiga pengamen tersebut mengerjakan tugas
sekolahnya. Tidak disangka ternyata reaksi yang diterima sangat
menggembirakan. Mereka melompat dan teriak gembira, saat ditanya kenapa
bisa sesenang itu, mereka senang karena tidak akan di hukum lagi di
sekolah.
Setelah
menjadi seorang apoteker, Suwarno merasa gelisah. Gaji cukup besar dan
dia bisa saja kaya dengan penghasilannya. Tetapi ia tidak ingin kaya
materi, melainkan kaya yang bermanfaat. Kaya itu adalah ketika kita
menginvestasikan diri kita sehingga orang bisa menikmatinya. Bagaimana?
Suwarno memutuskan untuk keluar dari zona nyamannya dan berhenti
bekerja. Kepeduliannya akan kaum termarjinalkan muncul sejak pertemuan
dengan anak-anak yang sibuk mengamen, sementara kesulitan untuk
mengerjakan tugas sekolah dan memahami pelajaran.
Bukan uang yang dibutuhkan anak-anak pengamen ini melainkan pengetahuan. "Saya berpikir, wah ternyata ini needs
mereka. Kebutuhan mereka.bukan uang, kalau uang kan nnati diminta
orantuanya." Akhirnya Suwarno beralih menjadi guru privat les anak-abnak
pengamen. Niat baik juga tidak selamanya tanpa hambatan. Respon yang
datang padanya juga pernah menimbulkan kecurigaan, caci-maki hingga
berujung pada pertikaian fisik, baginya ini adalah hal yang biasa.
"Pernah
ada orang tua yang datang dan dobrak pintu". Ayahnya marah-marah dan
memaksa anaknya untuk kembali megamen. Marah, Suwarno mengatakan, "Saya
engga mau anak bapak itu seperti bapak, saya mau anak itu pinter." Tetap
tidak terima, orang-tua pergi, setelah itu anaknya juga menyusul.
Tetapi belum berhenti, ternyata orangtua tersebut kembali, kali ini
dengan membawa komplotan preman. Suwarno akhirnya dipukuli dan dan
dikeroyok.
Bukan
menyerah, tetapi dia berusaha melakukan pendekatan, dengan meyentuh
hati keluarga tersebut. Saat ibu dari anak pengamen tersebut sakit,
Suwarno merawat dan memwanya kerumah sakit. Luluh, si ayah tadi
mengijinkan dan mendukung apa yang dilakukan oleh Suwarno.
Hingga
saat ini, Suwarno telah 15 tahun mengabdikan hidupnya mengajari
anak-anak jalanan di daerah Jakarta. Bukan hanya belajar, tetapi dia
juga memenuhi gizi dengan menyediakan susu. Indonesia sendiri, rendah
kesadarannya untuk mengkonsumsi susu. Menurutnya susu dapat meningkatkan
kemampuan otak dan emmbantu anak-anak dalam memahami pelajaran.
Kasih
diwujudkan dalam tindakan yang nyata adalah karakter yang melekat dalam
diri Suwarno. "Anak-anak yang akan memimpin bangsa. Jangan sampai
mereka kehilangan masa anak-anak yang disebabkan orang-orang dewasa."
Jangan sampai Indonesia kehilangan generasi. "Saya bisa begini itu
karena Tuhan. Karena Tuhan yang sudah membela hidup saya. Suwarno hanya
ingin mengekspresikan kasihya kepada Tuhan lewat anak-anak pengamen ini.
"Ga usah banyak bicara, langsung bertindak, berlaku, ekspresikan yang
ada dalam hati. Mengasihi sesama adalah ekspresi kita mengasihi Tuhan."
Termasuk juga mengasihi bangsa. Orang yang sangat mengasihi Tuhan pasti
sangat bermanfaat bagi bangsa ini. Kalau manusia bisa mengasihi Tuhan
dengan baik, pasti bisa jadi berkat buat keluarga dan masyarakat
Sumber:http://www.jawaban.com/read/article/id/2014/07/16/9/140716121614/Suwarno%3A-Ekspresikan-Kasih-Tuhan-Melalui-Anak-Jalanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar