“TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu;…”
Ada seseorang yang menemui saya dan menceritakan niatnya untuk
masuk agama Kristen. Ia mengatakan: “Hidup saya sangat susah, Pak. Saya
lihat orang Kristen itu kaya-kaya, makanya saya mau masuk Kristen.” Lalu
saya bertanya kepadanya, “Tapi nanti kalau kamu masuk Kristen, terus
hidupmu malah bertambah sengsara, usahamu bangkrut, kamu akan
bagaimana?” Tampaknya, ia agak terkejut mendengar pertanyaan saya,
mungkin ia tidak menyangka saya akan bertanya seperti itu.
Dalam
penderitaannya, Ayub berani berdebat dengan Allah. Bahkan hamper
keseluruhan kitab Ayub sebenarnya berisikan pembelaan Ayub yang
ditujukan kepada Allah, mengapa semua peristiwa-peristiwa buruk itu
terjadi dalam hidupnya. Meski demikian, pada akhirnya, Ayub harus
menerima keterbatasan-keterbatasannya. Tuhan menjawab pertanyaan dan
keluh kesah Ayub, tetapi tidak semua pertanyaan dan keluh kesah itu
terjawab. Ada hal-hal yang tetap tinggal menjadi misteri. Tetapi jawaban
Tuhan telah mengubah sikap Ayub. Ia mencabut perkataannya dan menyesali
diri (42:6). Tuhan kemudian memulihkan keadaan Ayub dan memberkatinya
lebih dari sebelumnya.
Tentu Saudara juga mendambakan
berkat-berkat dari Tuhan. Ada orang yang berpandangan: kalau ada
keluarga Kristen yang selalu menderita, pastilah bukan keluarga Kristen
yang diberkati. Namun dari kisah hidup Ayub, kita belajar bahwa
penderitaan bukanlah pertanda bahwa hidup kita tidak diberkati. Namun
juga sebaliknya, kesuksesan hidup bukanlah pertanda bahwa kita sudah
diberkati. Yang terpenting ialah bahwa dalam pengalaman suka maupun
duka, dengan penuh kesabaran kita tetap mengarahkan hidup kita kepada
Tuhan.
TUHAN MEMBERKATI
Penderitaan
tidak selamanya berdiam dalam hidup kita, semua itu hanyalah
pembentukan dan pembelajaran agar kita lebih kuat dalam hidup dan lebih
peka terhadap orang-orang yang susah dan menderita, seperti yang kita
alami sebelumnya.
(Samuel Sadusi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar